Kaum LGBTQ+ semakin menunjukkan eksistensinya melalui
media sosial yang saat ini sangat mudah diakses oleh siapa saja. Kaum LGBTQ+ berusaha menjadikan media sosial sebagai sarana untuk mengubah stigma
masyarakat terhadap kaumnya sehingga diharapkan masyarakat dapat menerima kaum
LGBTQ+ dengan baik.
Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaum LGBTQ+ dalam rangka meningkatkan eksistensinya dapat berupa gerakan terbuka
ataupun bawah tanah (underground). Adapun contoh Gerakan yang pernah
dilakukan di Indonesia salah satunya adalah Gay Pride atau Bangga
Menjadi Gay. Perayaan tersebut pertama kali dilakukan di Indonesia sudah sejak
lama, yaitu tanggal 25 Juni 1999 di Surabaya. Setelah itu, disusul pula dengan
gerakan-gerakan bawah tanah, seperti testimoni dari kaum LGBTQ+, penerbitan novel dengan genre LGBTQ+, dan pemaparan
perkembangan LGBTQ+ di negara yang telah mengesahkan
legalitas kaum LGBTQ+ (Nugraha, 2017).
Gerakan kaum LGBTQ+ di Provinsi Nusa
Tenggara Barat sendiri telah masif dan semakin eksis hingga hari ini. Hal ini
kemudian menjadi ancaman yang besar dan serius bagi masyarakat NTB. Perbuatan
amoral yang tidak sesuai dengan norma keagamaan, kemanusiaan dan adat ini
dikhawatirkan menjadi virus yang mematikan dan menyebar dengan cepat ke
generasi muda di NTB.
Dalam 3 tahun terakhir penulis setidaknya merangkum 6 (enam) berita tentang gerakan LGBTQ+ yang cukup masif terjadi di hampir seluruh wilayah di Nusa Tenggara Barat.
Masifnya gerakan tidak manusiawi ini kemudian akan menjadi ancaman langsung bagi generasi yang akan datang sehingga perlu ada tindakan serius dari pihak berwenang dalam mengatasi kasus ini. Kami dari Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Nusa Tenggara mengutuk perilaku LGBTQ+ yang beredar di Wilayah Nusa Tenggara Barat dan meminta pihak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kepolisian Daerah NTB untuk mengusut tuntas pelaku kejahatan amoral tersebut.
Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat NTB agar mengawal dan bersama
memberantas kejahatan menyimpang ini.