Mataram, 23 Maret 2025 - Kematian tragis Rizkil Watoni, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) asal Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, yang ditemukan tewas gantung diri pada 17 Maret 2025, telah menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan masyarakat dan akademisi. Dugaan pemerasan oleh oknum aparat penegak hukum (APH) menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Dugaan Pelanggaran Hukum Kajian Kritis DEMA UIN Mataram:
1. Penyalahgunaan Wewenang oleh Oknum APH: Oknum polisi diduga menyalahgunakan wewenang dengan melakukan pemerasan terhadap Rizkil Watoni, yang merupakan pelanggaran serius terhadap tugas dan fungsi kepolisian.
2. Pemerasan: Tindakan pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi terhadap korban tidak hanya melanggar hukum pidana tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
3. Pengancaman tanpa Dasar Hukum: Jika terbukti adanya pengancaman tanpa dasar hukum yang jelas, tindakan ini melanggar Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
4. Pembunuhan secara Tidak Langsung: Tekanan psikologis yang dialami korban akibat tindakan oknum APH dapat dianggap sebagai bentuk pembunuhan tidak langsung, mengingat dampaknya yang fatal terhadap korban.
5. Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri: Tindakan oknum tersebut melanggar kode etik profesi Polri, khususnya terkait etika kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan.
Landasan Hukum yang Dilanggar:
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:
Pasal 2: Menjelaskan fungsi kepolisian dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, serta perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 13: Menguraikan tugas pokok kepolisian, termasuk memelihara keamanan, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Pasal 14 Ayat 1 Poin G dan I: Menekankan tugas kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana serta melindungi keselamatan jiwa raga dan harta benda masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri: Oknum polisi diduga melanggar etika kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan, serta tidak mengedepankan profesionalisme saat bertugas.
Pasal 335 KUHP tentang Pengancaman: Mengatur sanksi bagi siapa saja yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menimbulkan ketakutan atau tekanan bagi orang lain tanpa alasan yang sah.
Tuntutan DEMA UIN Mataram:
Berdasarkan hasil kajian ini, Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN Mataram mendesak Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk:
1. Mencopot Kapolres Lombok Utara dan Oknum yang Terlibat: Tindakan tegas ini diperlukan untuk menjaga integritas institusi kepolisian dan memulihkan kepercayaan publik.
2. Memberikan Sanksi Sesuai Aturan yang Berlaku: Oknum yang terbukti melanggar kode etik dan hukum pidana harus diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Kami sangat prihatin atas kejadian yang menimpa saudara Rizkil Watoni. Tindakan pemerasan dan intimidasi oleh oknum aparat penegak hukum tidak dapat ditoleransi. Kami mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan bagi korban serta keluarganya. Selain itu, reformasi di tubuh kepolisian harus terus dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang." Tegasnya Abed Aljabiri Adnan (Presiden Mahasiswa UIN Mataram)
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi institusi kepolisian untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas dalam menjalankan tugasnya. Penegakan hukum harus berjalan sesuai dengan prinsip keadilan tanpa adanya penyalahgunaan wewenang yang merugikan masyarakat.