Pemilihan Ketua Organisasi Mahasiswa FDIK Sarat Kejanggalan, Mahasiswa Pertanyakan Transparansi

 


Mataram, 25 Februari 2025 – Pemilihan Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Se-FDIK, Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) FDIK, dan Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) FDIK yang seharusnya menjadi ajang demokrasi yang terbuka justru menyisakan banyak tanda tanya. Proses yang terkesan tertutup dan penuh kejanggalan membuat mahasiswa mempertanyakan transparansi serta keabsahan pemilihan tersebut.

Segalanya bermula ketika KPUM mengumumkan bahwa pendaftaran bakal calon hanya dibuka selama dua hari, yaitu pada 22-23 Februari 2025. Namun, mahasiswa langsung mempertanyakan keputusan ini karena tanggal tersebut jatuh pada akhir pekan, saat kampus dalam keadaan libur. Keputusan ini dianggap tidak masuk akal, bahkan ada dugaan bahwa hal ini sengaja dilakukan untuk membatasi jumlah calon yang mendaftar.

Setelah banyak desakan di grup fakultas, pada 24 Februari 2025, KPUM tiba-tiba mengeluarkan pamflet perpanjangan pendaftaran hingga 25 Februari 2025 tanpa memberikan alasan yang jelas. Keputusan yang mendadak ini justru semakin menambah kebingungan mahasiswa, sebab tidak ada transparansi dalam proses pengambilan keputusan terkait perpanjangan tersebut.

Selain itu, daftar pemilih sementara (DPS) yang diumumkan dalam rentang waktu yang sama disebut-sebut akan langsung dijadikan daftar pemilih tetap (DPT). Hal ini semakin memicu kontroversi, terutama karena mahasiswa yang ingin memilih harus mendaftarkan diri terlebih dahulu dengan syarat berada di semester 2-8. Padahal, seharusnya KPUM menyusun daftar pemilih berdasarkan data mahasiswa aktif di FDIK secara otomatis, bukan justru membebankan mahasiswa untuk mendaftar sendiri. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya upaya untuk membatasi jumlah pemilih atau bahkan mengontrol siapa saja yang bisa memberikan suara.

Sampai malam ini, 25 Februari 2025, pukul 21.15 WITA, tidak ada satu pun informasi resmi mengenai siapa saja bakal calon Ketua HMPS Se-FDIK, Ketua DEMA FDIK, maupun Ketua SEMA FDIK yang telah mendaftar. Media sosial KPUM FDIK, Bawaslu FDIK, serta grup resmi fakultas dan jurusan masih sunyi tanpa adanya pengumuman.

Sejak awal, sosialisasi pemilihan ini juga dilakukan dengan sangat minim. Bahkan, saat akhirnya sosialisasi diadakan, waktunya bertepatan dengan Stadium General, sebuah kegiatan akademik yang mewajibkan kehadiran seluruh mahasiswa dan dosen. Hal ini semakin memperkuat kesan bahwa pemilihan tidak dilakukan secara transparan dan seolah-olah sengaja dibuat agar tidak diketahui oleh mahasiswa secara luas.

Kekecewaan terhadap jalannya pemilihan ini disampaikan oleh Nirmala, salah satu mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

"Seharusnya pemilihan ini menjadi ajang demokrasi yang terbuka dan adil, bukan permainan di belakang layar yang hanya menguntungkan pihak tertentu. Kenapa pemilih harus mendaftarkan diri? Kenapa tidak ada informasi soal calon yang mendaftar? Ini bukan sekadar kelalaian, ini adalah manipulasi!" ujarnya dengan tegas.

Ia juga menambahkan bahwa mahasiswa harus berani bersuara dan menuntut transparansi dalam pemilihan ini.

"Jika pemilihan ini tetap berjalan tanpa kejelasan dan tanpa transparansi, maka kami berhak mempertanyakan legitimasi hasilnya. Mahasiswa tidak boleh diam, kita harus melawan jika ada ketidakadilan!" lanjutnya.

Ketidaktransparanan dalam pemilihan ini tentu tidak hanya berdampak pada proses saat ini, tetapi juga pada masa depan organisasi mahasiswa di FDIK. Jika Ketua HMPS Se-FDIK, Ketua DEMA FDIK, dan Ketua SEMA FDIK terpilih melalui proses yang tidak jujur, maka kepercayaan mahasiswa terhadap organisasi-organisasi tersebut akan menurun. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya partisipasi mahasiswa dalam kegiatan organisasi dan berkurangnya fungsi himpunan serta lembaga mahasiswa sebagai wadah aspirasi.

Selain itu, jika praktik seperti ini terus berulang, bukan tidak mungkin pemilihan di tahun-tahun berikutnya akan semakin jauh dari prinsip demokrasi yang sehat. Mahasiswa yang kecewa dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem pemilihan bisa memilih untuk bersikap apatis, yang pada akhirnya justru merugikan dunia kemahasiswaan secara keseluruhan.

Kini, pertanyaan besar pun muncul: Apakah pemilihan ini benar-benar demokratis, atau hanya formalitas belaka yang sudah diatur sejak awal? Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan, bukan tidak mungkin mahasiswa akan menolak hasil pemilihan ini dan menuntut proses yang lebih transparan.

Rate this article

Loading...

Posting Komentar

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

© MATA KAMPUS. All rights reserved.