Kritis terhadap Program MBG: Mendesak Evaluasi Menyeluruh dan Perubahan Pendekatan Pelaksanaan


Opini Kritis terhadap Program MBG: Mendesak Evaluasi Menyeluruh dan Perubahan Pendekatan Pelaksanaan

 Pendahuluan 

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai program unggulan Presiden Prabowo Subianto sejatinya bertujuan mulia: mengatasi masalah gizi buruk, stunting, dan kelaparan di kalangan anak-anak Indonesia. Namun, jika kita jujur menilai realitas pelaksanaannya sejauh ini, banyak hal yang perlu dikritisi dan dievaluasi secara mendalam.
Pertanyaan fundamental yang saya ajukan adalah: Jika memang MBG adalah program prioritas nasional dan program andalan Presiden, mengapa pengawasan dan pelaksanaannya tidak langsung berada di bawah kendali perangkat presiden? Mengapa program sepenting ini justru “dilimpahkan” ke kementerian teknis yang kinerjanya belum tentu bersih dan efisien?
Saya menilai bahwa keberadaan kementerian khusus yang menaungi MBG saat ini justru menjadi beban anggaran negara, bukan solusi. Mengapa demikian? Karena banyak indikasi bahwa di dalam kementerian dan perangkat-perangkatnya terdapat praktik-praktik tidak sehat, mulai dari mafia proyek, permainan harga makanan, penggelembungan biaya perjalanan, bahkan markup harga bahan pangan seperti nasi dan sayur. Ini jelas berpotensi menjadikan MBG sebagai lumbung baru korupsi, bukan sebagai solusi ketahanan pangan anak.
Lebih ironis lagi, di lapangan kita tidak melihat dampak signifikan dari pelaksanaan MBG ini. Banyak laporan bahwa makanan yang disajikan tidak sesuai standar gizi, distribusi tidak merata, dan anak-anak masih banyak yang tidak mendapatkan manfaatnya secara layak. Sementara itu, anggaran negara terus habis, tanpa hasil nyata yang dapat dirasakan masyarakat secara luas.

Solusi Alternatif: MBG Berbasis Kerakyatan

Untuk itu, saya mengusulkan agar konsep MBG ini dijalankan dengan pendekatan berbasis kerakyatan, bukan top-down yang birokratis dan rentan manipulasi. Dana MBG seharusnya langsung diberikan kepada orang tua siswa, karena merekalah yang paling memahami kebutuhan anak-anak mereka — mulai dari selera makan, alergi makanan, hingga kondisi kesehatan masing-masing.
Dengan memberikan kepercayaan kepada orang tua, maka:
Mereka bisa memastikan asupan makanan anak benar-benar bergizi dan sesuai kebutuhan.
Sistem pengawasan menjadi lebih transparan dan berbasis komunitas.
Ketergantungan pada jalur birokrasi panjang bisa diminimalisir.

Mekanisme Pelaksanaan MBG Kerakyatan

Untuk memastikan model ini berjalan baik, presiden harus menginisiasi pelatihan berjenjang dan sistematis tentang pelaksanaan MBG berbasis kerakyatan. Berikut tahapan yang saya usulkan:
1. Presiden mengundang seluruh gubernur dari 38 provinsi di Indonesia untuk mengikuti pelatihan nasional terkait pelaksanaan konsep baru MBG ini.
2. Sepulangnya dari pelatihan nasional, masing-masing gubernur wajib mengadakan pelatihan daerah bagi seluruh bupati/walikota di provinsinya.
3. Bupati dan walikota kemudian menggelar pelatihan tingkat kabupaten/kota kepada seluruh camat dan kepala desa.
4. Kepala desa wajib menyelenggarakan kelas khusus yang melibatkan kepala dusun dan RT untuk mensosialisasikan dan mengawasi pelaksanaan program MBG ini secara langsung.
5. Akhirnya, RT dan kadus mengundang langsung para orang tua dari anak-anak penerima MBG, memberikan pemahaman, panduan, dan edukasi terkait pemanfaatan dana MBG serta pelaporan berkala.
Dengan sistem pelatihan dan komunikasi berjenjang ini, arus informasi, pelaporan, dan pengawasan akan bersifat dua arah, transparan, dan cepat.

Transparansi dan Tanggung Jawab

Agar program ini tidak menjadi ajang penyelewengan baru, setiap jenjang pemerintahan harus memiliki kewajiban pelaporan ke atas dan kepada publik. Laporan pelaksanaan MBG harus:
Dipublikasikan secara daring dalam format terbuka.
Bisa diakses masyarakat luas, termasuk media dan LSM.
Dilaporkan dalam format bulanan dengan data realisasi penggunaan anggaran dan pencapaian target anak penerima.
Orang tua pun harus diberi ruang untuk memberikan umpan balik, termasuk membuat laporan jika ditemukan penyalahgunaan atau praktik tidak adil di tingkat lokal.

Penutup

Saya bukan menolak MBG. Saya mendukung penuh niat luhur Presiden Prabowo untuk menciptakan generasi Indonesia yang sehat dan bebas stunting. Namun, saya juga menyuarakan kekhawatiran yang beralasan, karena tanpa kontrol yang ketat dan mekanisme pelaksanaan yang berbasis rakyat, MBG hanya akan menjadi proyek populis yang gagal atau bahkan ladang korupsi baru.
Karena itu, saya meminta agar Presiden melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG, mempertimbangkan perubahan pendekatan pelaksanaan dengan mengedepankan model kerakyatan, serta membubarkan kementerian yang tidak efektif agar anggaran negara dapat digunakan secara optimal, adil, dan tepat sasaran.

Rate this article

Loading...

Posting Komentar

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

© MATA KAMPUS. All rights reserved.